Rabu, 21 November 2012

Askep Penyakit Addison


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini banyak penyakit yang timbul dalam lingkungan masyarakat, baik itu penyakit ringan maupun berat . Salah satunya adalah Penyakit Addison . Banyak factor yang menyebabkan terjadinya Penyakit Addison . Maka dari itu perlu kita ketahui lebih dalam tentang apa itu penyakit Penyakit Addison , dan bagaimana penanganannya.

B.     TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai konsep dasar penyakit Penyakit Addison . Sehingga mahasiswa memiliki konsep belajar dan berfikir yang akan dijadikan belajar.

C.     MANFAAT
Sebagai bahan acuan dan pemahaman mengenai konsep dasar penyakit pada Penyakit Addison .

D.     METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana data-data diperoleh dari media kepustakaan dengan literature penunjang yang mendukung masalah yang dibahas dalam makalah ini.


 BAB II
LANDASAN TEORI
ASKEP PADA  PENYAKIT ADDISON (KRISIS ADRENAL)

A.   Konsep Dasar Medis
1.    Definisi
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison ooterjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.


2.    Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

 Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.




Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
            Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.

2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
 a. Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
 Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.
 c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.




3.    Etiologi
¨      Tuberculosis
¨      Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur  histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
¨      Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides immitis, yang biasanya menyerang paru-paru.
¨      Kriptokokissie
¨      Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
¨      Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
¨      Adrenalitis auto imun

4.    Patofisiologi
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.
5.    Tanda dan Gejala
Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
Abnormalitas fungsi gastrointestinal

6.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah
1)    Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
2)    Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3)    Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4)    Penurunan kadar kortisol serum
5)    Kadar kortisol plasma rendah
6)    ADH meningkat
7)     Analisa gas darah: asidosis metabolic
8)   Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
 Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal.
CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal
Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.





7.    Penatalaksanaan Medik
    Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
    Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
    Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
    Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
    Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
8.    Komplikasi
۝   Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
۝   Kolaps sirkulasi
۝   Dehidrasi
۝   Hiperkalemiae
۝   Sepsis
۝   Ca. Paru
۝   Diabetes melitus






KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a)      Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis adrenal
b)      Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.
c)      Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru, payudara dan limpoma
d)     Riwayat Penyakit Sekarang
 Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatigue, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
e)     Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.




a)         Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b)        Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
c)         Sistem Pencernaan
Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
Abdomen : I : Bentuk simetris
A: Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
d)        Sistem muskuluskeletal dan integumen
Ekstremitas atas : terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
Penurunan tonus otot
e)         Sistem Endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat
Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa
f)         Sistem Eliminasi Urin
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin
Eliminasi Alvi
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
g)        Sistem Neurosensori
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
h)        Nyeri / kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas
i)          Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)
j)          Aktivitas / Istirahat
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.

k)        Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido
l)          Integritas Ego
Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

B. Diagnosa Keperawatan
a)     Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)
b)       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord
c)   Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
d)    Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
e)      Anxietas b/d kurangnya pengetahuan
f)       Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot
g)      Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus




C. Rencana Keperawatan
a)    Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output
Kriteria hasil :
Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)
TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg
Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
Turgor kulit elastis
Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
Membran mukosa lembab
Warna kulit tidak pucat
Rasa haus tidak ada
BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

Hasil lab
Ht : W = 37 – 47 %
L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl

Ø Intervensi
1)     Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
 R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol
2)        Ukur dan timbang BB klien
R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois
3)       Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor  kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya
R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
4)        Periksa adanya status mental dan sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
5)       Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan diare
R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
6)        Berikan perawatan mulut secara teratur
R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa


7)      Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan klien
R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral
Ø Kolaborasi
8)        Berikan cairan, antara lain :
Cairan Na Cl 0,9 %
R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
9)        Berikan obat sesuai dosis
Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam
R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung
Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral
R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit




10)    Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
11)    Pantau hasil laboratorium
         Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
Ureum / kreatinin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.

b)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid
Kriteria hasil :
- Tidak ada mual mutah
- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)

- Hb : W : 12 – 14 gr/dl
L : 13 – 16 gr/dl
Ht : W : 37 – 47 %
L : 42 – 52 %
Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl
Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl
Bising Usus : 5 – 12 x/menit  
- Nyeri kepala
- Kesadaran kompos mentis
- TTV dalam batas normal
(S : 36 – 372 oC)
(RR : 16 – 20 x/menit)

Ø Intervensi
1)     Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah
R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan
2)  Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad

3)      Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi
4)      Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5)    Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan
6)      Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak
7)      Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen
8)      Pantau hasil lab seperti Hb, Hi
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.






c)   Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Kriteria hasil :
- menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan
- TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg
Ø Intervensi
1)         Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien
R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium kalium
2)         Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang
3)         Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas
R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung
4)         Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri selama melakukan aktivitas
R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan



d)   Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen
Kriteria hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang
Klien  tidak menyeringai kesakitan
TTV dalam batas normal
S : 36 – 372 oC
N : 80 – 100 x/menit
RR: 16 – 20 x/menit

Ø Intervensi
1)         Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan
2)         Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya
R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektifitas terapi
3)         Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal musik yang lembut, relaksasi
R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif


4)         Kolaborasi
Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan kebutuhannya.
R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.
e)         Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
Kriteria hasil :
- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya
- Dapat beradaptasi dengan orang lain
- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.

Ø Intervensi
1)         Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal : perubahan penampilan dan peran
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
2)         Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :
- Teknik relaksasi
- Visualisasi
- Imaginasi
R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.
3)         Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri
R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri
4)         Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri pasien
5)         Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang
R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan
6)         Kolaborasi
Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg
R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku pasien.

f)          Cemas b/d kurangnya pengetahuan
Kriteria hasil :
- Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya percaya diri
- Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan ke dokter
- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan terjadinya masalah
Ø  Intervensi
1)         Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres, diskusi teknik relaksasi
R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi
2)         Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat
R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi keefektifan
3)         Kaji skala anxietas
R/ Mengetahui derajad kecemasan klien
4)         Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan latihan
R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormon
5)         Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang kehidupan Px.
R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup
6)         Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam

g)   Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi
Kriteria hasil : - Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar

Ø  Intervensi
1)         Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam
R/ menambah retensi Na+
2)         Anjurkan pada klien untuk minum banyak
R/ melancarkan aliran kencing lancer
3)         Pemasangan kateter
R/ Agar klien dapat BAK dengan lancar
4)         Obs. Input dan output
R/ Mengetahui keseimbangan cairan
5)         Kolaborasi pemberian diuretik
R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK

D.   EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi :
1.                  Nyeri berkurang
2.                  Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3.                  Tidak terjadi cedera
4.                  Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
5.                  Status psikologis yang seimbang
6.                  Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi








DAFTAR PUSTAKA


Brunner,dkk. 2000. Keperawatan  medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

Danis, D. Kamus Istilah Kedokteran. Gitamedia Press

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasi. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Internasional, Nanda. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Lynda Juall Carpenito. 1999. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta    : EGC

Monica Ester, Skp. 2009. Klien Gangguan Endokrin : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika

Sherwood, Laualee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta : EGC.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar