BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini banyak
penyakit yang timbul dalam lingkungan masyarakat, baik itu penyakit ringan
maupun berat . Salah satunya adalah Penyakit Addison . Banyak factor yang
menyebabkan terjadinya Penyakit Addison . Maka dari itu perlu kita ketahui lebih dalam
tentang apa itu penyakit Penyakit Addison , dan bagaimana penanganannya.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai konsep
dasar penyakit Penyakit Addison . Sehingga mahasiswa memiliki konsep belajar
dan berfikir yang akan dijadikan belajar.
C. MANFAAT
Sebagai bahan acuan
dan pemahaman mengenai konsep dasar penyakit pada Penyakit Addison .
D. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun
makalah ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana data-data
diperoleh dari media kepustakaan dengan literature penunjang yang mendukung
masalah yang dibahas dalam makalah ini.
LANDASAN TEORI
ASKEP PADA PENYAKIT ADDISON (KRISIS ADRENAL)
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Penyakit
Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua
kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di
karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan
darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh
yang terbuka dan tidak terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison
4html)
Penyakit
Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)
Penyakit
Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit
Addison ooterjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan
Suddart Edisi 8 hal 1325)
Penyakit
Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan
adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit
endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak
cukup.
2. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal
Kelenjar
adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam
dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada
di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan
membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah
kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai
dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia
panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai
berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur
dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat
padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar
ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk
sekat/septa ke dalam kelenjar.
Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri
yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok
utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika
inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri
suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri
membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh:
arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan
kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler
medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah
membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda
ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah
vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan
diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel
terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang
mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal
atau suprarenalis.
Fungsi
kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1)
Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2)
Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3)
Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar
suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1.
Medula Adrenal
Medula
adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut
saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada
medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine
dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan
katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari
sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek
utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk
memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan
pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR)
dan menaikkan kadar glukosa darah.
2.
Korteks Adrenal
Korteks
adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3
kelompok hormon:
a. Glukokortikoid
Hormon
ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan
hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan
dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior
hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari
korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk
menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi
alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes
militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi
lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme
protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan
nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid
pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk
meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan
ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH.
Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II
dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan
reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cenderung
memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk
mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.
c.
Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen
dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis
dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon
androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar
adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks
wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan
secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan
bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.
3. Etiologi
¨ Tuberculosis
¨ Histoplasmosis
(penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
¨ Koksidiodomikosis
(penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides immitis, yang
biasanya menyerang paru-paru.
¨ Kriptokokissie
¨ Pengangkatan
kedua kelenjar adrenal
¨ Kanker
metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
¨ Adrenalitis
auto imun
4. Patofisiologi
Penyebab
terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua
kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB)
dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan
menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal
akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab
penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi
akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam
daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga
akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Gejala
insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak
terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap
keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan
pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi
korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada
pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.
5. Tanda dan Gejala
Gejala
awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi,
dan hipoglikemi.
Astenia
(gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
Hiperpiqmentasi
: menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya
pada kulit buku jari, lutut, siku
Rambut
pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
Hipotensi
arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
Abnormalitas
fungsi gastrointestinal
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium Darah
1) Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium
(hipoglikemia dan hiponatrium)
2) Peningkatan konsentrasi kalium serum
(hiperkalemia)
3) Peningkatan jumlah sel darah putih
(leukositosis)
4) Penurunan kadar kortisol serum
5) Kadar kortisol plasma rendah
6) ADH meningkat
7) Analisa gas darah: asidosis metabolic
8)
Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena
hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan
adanya klasifikasi di adrenal.
CT
Scan
Detektor
klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan
insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan
dan non malignan dan hemoragik adrenal
Gambaran
EKG
Tegangan
rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder
akibat adanya abnormalitas elektrolik
Tes
stimulating ACTH
Cortisol
darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH
adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
Tes
Stimulating CRH
Ketika
respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang”
diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes
ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH
menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.
7. Penatalaksanaan Medik
∞
Terapi dengan pemberian kortikostiroid
setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
∞
Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara
IV
∞
Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis
terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
∞
Pemberian infus dekstrose 5% dalam
larutan saline
∞
Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr
diberikan per oral
8. Komplikasi
Syok, (akibat dari infeksi akut atau
penurunan asupan garam)
Kolaps sirkulasi
Dehidrasi
Hiperkalemiae
Sepsis
Ca. Paru
Diabetes melitus
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Identitas
Penyakit
Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis
adrenal
b) Keluhan Utama
Pada
umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu
dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru,
payudara dan limpoma
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala
yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatigue, anoreksia,
nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal).
Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang
pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu
dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama /
penyakit autoimun yang lain.
a) Sistem Pernapasan
I
: Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P
: Terdapat pergesekan dada tinggi
P
: Resonan
A
: Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b) Sistem Cardiovaskuler
I
: Ictus Cordis tidak tampak
P
: Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P
: Redup
A
: Suara jantung melemah
c) Sistem Pencernaan
Mulut
dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
Abdomen
: I : Bentuk simetris
A:
Bising usus meningkat
P
: Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P
: Timpani
d) Sistem muskuluskeletal dan integumen
Ekstremitas
atas : terdapat nyeri
Ekstremitas
bawah : terdapat nyeri
Penurunan
tonus otot
e) Sistem Endokrin
Destruksi
kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat
Integumen
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis, pucat,
terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari,
siku dan mebran mukosa
f) Sistem Eliminasi Urin
Diuresis
yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin
Eliminasi
Alvi
Diare
sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
g) Sistem Neurosensori
Pusing,
sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat,
ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka
rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
h) Nyeri / kenyamanan
Nyeri
otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas
i) Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas,
penngkatan suhu, demam yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)
j) Aktivitas / Istirahat
Lelah,
nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu
beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas
yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
k) Seksualitas
Adanya
riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang
rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido
l) Integritas Ego
Adanya
riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau
pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
B. Diagnosa
Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan b/d kekurangan
natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT (
karena kekurangan aldosteron)
b) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukontikord
c) Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi
metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
d) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam
kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
e) Anxietas b/d kurangnya pengetahuan
f) Defisit perawatan diri b/d kelamahan
otot
g) Ganguan eliminasi uri b/d gangguan
reabsorbsi pada tubulus
C. Rencana
Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan b/d
ketidakseimbangan input dan output
Kriteria
hasil :
Pengeluaran
urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)
TTV
dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg
Tekanan
nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
Turgor
kulit elastis
Pengisian
kapiler naik kurang dari 3 detik
Membran
mukosa lembab
Warna
kulit tidak pucat
Rasa
haus tidak ada
BB
ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H
Hasil
lab
Ht
: W = 37 – 47 %
L
= 42 – 52 %
Ureum
= 15 – 40 mg/dl
Natrium
= 135 – 145 mEq/L
Calium
= 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium
= 0,6 – 1,2 mg/dl
Ø Intervensi
1) Pantau
TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi
perifer
R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari
hiporolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung
sebagai akibat dari penurunan kolesterol
2) Ukur dan timbang BB klien
R/
Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan
pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan
natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois
3) Kaji
pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membran mukosa
kering, catat warna kulit dan temperaturnya
R/
mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
4) Periksa adanya status mental dan
sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah
jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
5) Auskultasi bising usus ( peristaltik
usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan diare
R/
kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan
elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
6) Berikan perawatan mulut secara teratur
R/
membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa
7) Berikan
cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan
klien
R/
adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut
memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral
Ø Kolaborasi
8) Berikan cairan, antara lain :
Cairan
Na Cl 0,9 %
R/
mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl
0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang
sudah terjadi larutan glukosa
R/
dapat menghilangkan hipovolemia
9) Berikan obat sesuai dosis
Kartison
(ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam
R/
dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi
natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah
jantung
Mineral
kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral
R/
di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah
mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah
dan gangguan elektrolit
10) Pasang / pertahankan kateter urin dan
selang NGT sesuai indikasi
R/
dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung,
berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
11) Pantau hasil laboratorium
Hematokrit ( Ht)
R/
peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang
akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
Ureum
/ kreatinin
R/
peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya
kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
Natrium
R/
hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena
gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
Kalium
R/
penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara
itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.
b)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid
Kriteria
hasil :
-
Tidak ada mual mutah
-
BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
-
Hb : W : 12 – 14 gr/dl
L
: 13 – 16 gr/dl
Ht
: W : 37 – 47 %
L
: 42 – 52 %
Albumin
: 3,5 – 4,7 g/dl
Glebulin
: 2,4 – 3,7 g/dl
Bising
Usus : 5 – 12 x/menit
-
Nyeri kepala
-
Kesadaran kompos mentis
-
TTV dalam batas normal
(S
: 36 – 372 oC)
(RR
: 16 – 20 x/menit)
Ø Intervensi
1)
Auskultasi bising usus dan kaji
apakah ada nyeri perut, mual muntah
R/
Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi
pencernaan dan absorpsi makanan
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, sempoyongan
R/
Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian
glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad
3)
Pantau pemasukan makanan dan timbang
BB tiap hari
R/
anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol
terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal
nutrisi
4)
Berikan atau bantu perawatan mulut
R/
mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan
contoh bebas dari bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai
R/
Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan
6)
Pertahankan status puasa sesuai
indikasi
R/
mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak
7) Berikan Glukosa intravena dan obat –
obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/
memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan
merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan
glukosa sebagai glikogen
8)
Pantau hasil lab seperti Hb, Hi
R/
anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat
reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.
c)
Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam
metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Kriteria
hasil :
-
menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan
tindakan
-
TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg
Ø Intervensi
1)
Kaji tingkat kelemahan klien dan
identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien
R/
pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus
memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan
natrium kalium
2)
Pantau TTV sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
R/
kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah
jantung berkurang
3) Sarana
pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan
aktivitas
R/
mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung
4) Diskusikan
cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri selama
melakukan aktivitas
R/
pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi
pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
d) Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem
konduksi spasme otot abdomen
Kriteria
hasil :
Klien
mengatakan nyeri berkurang
Klien tidak menyeringai kesakitan
TTV
dalam batas normal
S
: 36 – 372 oC
N
: 80 – 100 x/menit
RR:
16 – 20 x/menit
Ø Intervensi
1)
Beri penjelasan pada klien tentang
penyebab nyeri dan proses penyakit
R/
Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif
terhadap tindakan yang akan dilakukan
2) Kaji
tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi,
intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya
R/
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan
efektifitas terapi
3) Anjurkan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal musik yang
lembut, relaksasi
R/
Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk
mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif
4)
Kolaborasi
Berikan
obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan kebutuhannya.
R/
menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.
e) Gangguan
harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
Kriteria
hasil :
-
Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya
-
Dapat beradaptasi dengan orang lain
-
Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.
Ø Intervensi
1) Dorongan
pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal : perubahan
penampilan dan peran
R/
Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
2)
Sarankan pasien untuk melakukan
manajemen stress misal :
-
Teknik relaksasi
-
Visualisasi
-
Imaginasi
R/
Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.
3) Dorongan
pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri
R/
dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri
4) Fokus
pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi
kulit
R/
ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga
diri pasien
5) Sarankan
pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan
gejalanya telah berkurang
R/
dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan
6)
Kolaborasi
Rujuk
kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg
R/
pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien untuk
memelihara tingkah laku pasien.
f) Cemas
b/d kurangnya pengetahuan
Kriteria
hasil :
-
Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya percaya
diri
-
Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan ke
dokter
- Pasien akan
menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan terjadinya masalah
Ø Intervensi
1) Bantu
Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres, diskusi teknik
relaksasi
R/
Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf
simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi
2)
Diskusikan tujuan, dosis, efek
samping obat
R/
Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi
keefektifan
3) Kaji skala anxietas
R/
Mengetahui derajad kecemasan klien
4) Sarankan
klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan
latihan
R/
Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk emmahami bahwa
aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormon
5) Diskusikan
perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang
kehidupan Px.
R/
Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk memasukkan
perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup
6)
Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian anti depresan, diazepam
g) Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi
Kriteria
hasil : - Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar
Ø Intervensi
1)
Anjurkan pada Klien agar diet
tinggi garam
R/
menambah retensi Na+
2)
Anjurkan pada klien untuk minum
banyak
R/
melancarkan aliran kencing lancer
3)
Pemasangan kateter
R/
Agar klien dapat BAK dengan lancar
4)
Obs. Input dan output
R/
Mengetahui keseimbangan cairan
5)
Kolaborasi pemberian diuretik
R/
meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK
D.
EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi :
1.
Nyeri berkurang
2.
Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3.
Tidak terjadi cedera
4.
Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
5.
Status psikologis yang seimbang
6.
Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan
informasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner,dkk. 2000. Keperawatan
medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Danis, D. Kamus
Istilah Kedokteran. Gitamedia Press
Doenges, Marilynn E.
1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Internasional, Nanda.
2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Lynda Juall Carpenito.
1999. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
Monica Ester, Skp. 2009.
Klien Gangguan Endokrin : Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
NANDA.
2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika
Sherwood,
Laualee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C.
2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Vol. 2. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar