Rabu, 21 November 2012

Askep Hipertensi


TINJAUAN TEORITIS


A.    Konsep Dasar
1.      Pengertian
Hipertensi Heart Failure adalah suatu keadaan patologi berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah. Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau ada disertai peninggian volume diastol secara abnormal. (Arif Mansjoer, 1999 : 434).
Hipertensi Heart Failure atau payah jantung adalah kondisi dimana jantung tidak mampu memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Karena jantung mempunyai dua pompa yaitu pompa kiri dan pompa kanan maka payah jantung juga dapat terjadi pada jantung kiri atau jantung kanan atau bisa kedua-duanya (Silvia A. Prince, Patofisiologi Bulan I dan II, 1998, EGC.  Jakarta).
Gagal jantung adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik dan oksigen dalam jaringan (Lynda Juall Carpenito, Edisi 2. 1999 : 68).
Kesimpulan Hipertensi Heart Failur menurut penulis yaitu suatu kelainan fungsi jantung yang dapat terjadi pada jantung kiri dan kanan, tidak dapat memompakan darah secara adekuat sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik dan O2 ke jaringan.
2.      Anatomi Fisiologi
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum, yaitu diantara kedua paru-paru dan agak condong ke sisi kiri (pada orang dewasa). Bagian dasar terbentang setinggi Intercosta ke-2 lebih kurang 3 cm dari sternum dan bagian puncak (apex) nya berada setinggi Intercosta 5/6 kiri, jantung merupakan suatu organ kecil dengan berat sekitar 250-300 gram yang dibungkus oleh selaput tipis elastis yang disebut perikardium. Perikardium terdiri dari 2 lapis yang lapisan sebelah dalam disebut perikardium visceral yang mempunyai hubungan langsung dengan permukaan jantung dan lapisan sebelah luar disebut perikardium parietal yang bagian depannya menempel pada tulang belakang, serta bagian bawahnya menempel pada diagfragma. Diantara kedua lapisan perikardium terdapat sedikit cairan yang berfungsi sebagai lubrikasi yaitu mengurangi gesekan-gesekan yang disebabkan oleh gerakan memompa dari jantung itu sendiri
Jantung mempunyai 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, serta ventrikel kiri dan kanan. Antara rongga kiri dan kanan dipisahkan oleh septum, septum atrial adalah bagian yang memisahkan antara atrium kiri dan kanan sedangkan septum ventrikel adalah bagian yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan.
Rongga atrium dan ventrikel dibatasi oleh katup yang disebut atrio ventrikuler. Katup trikuspidalis adalah katup atrio ventrikuler yang membatasi atrium kanan dan ventrikel kanan. Sedangkan katup mitralis adalah katup atrio ventrikuler yang membatasi atrium kiri dan ventrikel kiri.
Diantara ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung juga dibatasi oleh katup yang disebut semilunar. Katup semilunar pulmonalis adalah katup yang membatasi katup ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Katup semilunar aorta adalah katup yang membatasi ventrikel kiri dan aorta.
Bunyi jantung dibentuk dari 3 faktor yaitu :
a.       Faktor otot yaitu kontraktilitas otot jantung : Pada saat jantung kontraksi akan menghasilkan sejumlah bunyi
b.      Faktor katup yaitu menutupnya katup, membukanya katup tidak menghasilkan bunyi karena terjadi secara pasif : Pada fase sistole akan terjadi penutupan katup antrioventrikuler dan vase diastole akan terjadi penutupan katup semilinar.
c.       Faktor pembuluh darah yaitu terbulensi pembuluh darah.
Gambar 2.1
Sirkulasi Jantung






3.      Patofisologi
Bila cadangan jantung normal untuk berespon terhadap stress tidak adequat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa dan akibatnya gagal jantung, juga pada tingkat awal. Disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan kegagalan, karena kondisi dimana jantung gagal untuk mengeluarkan isinya secara adequat (Arif mansjoer, 1999).
4.      Manifesitasi Klinik
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan, gejala dan tanda yang timbul pun berbeda (Capita Selekta Edisi II 1999 :434).
Diagnosis gagal jantung terbagi antara jantung kiri dan kanan :
a.       Gagal jantung kanan (kriteria mayor) : Dispnea, peningkatan tekanan vena jugularis, Ronchi basah tidak nyaring, kardiomegali, edema paru akut.
b.      Kriteria minor : Edema pergelangan kaki, batuk malam hari, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum, tachikardi > 120x/menit
5.      Manajemen Medik Secara Umum
Menurut Arif  Mansjoer (1999,435)
Pengobatan atur penatalaksanaan untuk individu dengan penyakit jantung terutama pada payah jantung memerlukan waktu yang lama itu tergantung dari individu atau penderita adapun penatalaksanaannya seperti :
a.       Meningkatkan oksigenisasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan kosumsi O2 melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
b.      Memperbaiki kontruktilitas otot jantung
1)      Mengatasi keadaan yang revisible, termasuk tritoksikosis dan arituria.
2)      Digitalis
a)      Dosis Digitalis
v  Digoksin oral untuk digitalis cepat 0,5-2 mg dalam dosis selama 24 jam, dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2-4 hari.
v  Digoksin IV 0,75-1 mg dalam 4 dosis – 24 jam
v  Cadicanid IV 1,2 – 1,6 mg dalam 24 jam
b)      Dosis penenang gagal jantung : Digoksin 0,5-2 mg sehari, untuk pasien usia lanjut dan gagal jantung dosis disesuaikan.
c)      Dosis penunjang dogoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
3)      Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan vasodilator.
a)      Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan kelas IV, penggunaan deuretik digoksin dan penghambat Angiotensin converting Enzyme (ACE) diperlukan mengingat usia. Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan : Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg), digoksin pada pasien fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus, digoksin pada pasien fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus, penghambat ACE (captotocral mulai dari dosis 2x6,55 mg atau setara dengan penghambat ACE yang lain seperti ISDN dengan dosis dimulai 3x10-15 mg.
b)      Diuretik
Yang digunakan furosemid 0-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg. Diuretik yang lain yang digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, tramterin, amiloroid dan asam etakrinat.
c)      Vasodilator
v  Nitrogliserin 0, - 0,6 mg subligual atau 0,2 - 2 ukuran kg  BB/menit IV
v  Natroposid 0,5 - 1 ug/kg/BB/menit IV.
v  Prazonin peroral 2 - 5 mg
v  Penghambat ACE : Captopril 2 x 6,5 mg
v  Dosis ISDN adalah 10-0 mg peroral atau 5-15 mg sublingual setiap 4-6 jam
v  Keadaan atau kontradiksi penggunaan digitalis berupa brodikardi, gangguan irama dan konduksi jantung blok AV derajat II dan III, serta gejala lain ditemui pada intosikossi digitalis adalah anoreksia mual muntah, diare dan gangguan penglihatan.
v  Kontradiksi relatif : Penyakit kardiopulmonal infark miokard akut (hanya diberi peroral). Idiopatik hypertropich, stenosis, gagal jantung (dosis obat lebih rendah) miokarditis berat, hipokalemia, penyakit paru obstruksi kronik, dan pnyertaanobat yang menghambat konduksi jantung.

B.     Konsep Dasar Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperwatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu problem salving atau pendekatan yang memelukan ilmu, teknik, dan keterampilan interpersonal dan ditentukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga. Proses terdiri dari lima tahap dan berhubungan : Pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem salving dalam mendefinikasi suatu tindakan keperawatan (Nursalam : 2001 ; 1).
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah tahap dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Ner et al 1996, Dikutip dari Nursalam, 2001 : 17).
a.       Pengumpulan Data
Yaitu mengumpulkan informasi yang sistematis tentang klien. Data dikumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, rekam medis, hasil pemeriksaan diagnostik, perawat lain dan kepustakaan (Nursalam : 2001 : 2-25).
1)      Biodata
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, data-data lain seperti suku, agama dan pekerjaan.
2)      Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang mengakaji mengapa klien meminta bantuan selain itu untuk menggali keluhan utama dari klien. Riwayat kesehatan masa lalu penting dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah sebelumnya menderita penyakit Hipertensi Heart Failure” (Barbara C. Long. 1996 ; 35).

Riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang mempunyai penyakit Hipertensi Heart Failure atau penyakit jantung lainnya. Hal ini penting karena riwayat kesehatan keluarga menunjukan apakah ada dalam keluarga yang mempunyai penyakit yang sama.
3)      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara menyeluruh tapi difokuskan pada sistem jantungnya. Pada penderita Hipertensi Heart Failure ditemukan : Peningkatan vena jugularis, ronchi basah tidak nyaring,  dispneanokrurial paroksimal dan ortopnea, batuk pada malam hari, kardiomegali, edema pada pergelangan kaki, irama derap pada S3, takikardia. (Arif Mansjoer, 1999 ; 434-435)
4)      Data biologis yang perlu dikaji pada penderita Hipertensi Heart failure menurut (Marylin E. Doenges, 1999 ; 240).
a)      Pola nutrisi pada penderita Hipertensi Heart Failure terganggu yang ditandai dengan kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, anoreksia.
b)      Pola eliminasi, BAB dab BAK
c)      Pola istirahat dan tidur, Klien bisa tidur karena adanya batuk dan sesak napas pada malam hari.
d)     Pola aktifitas : Adanya kelelahan umum dan kelemahan serta kelelahan otot.
5)      Data Psikologis
Pada penderita Hipertensi Heart failure adanya faktor stress yang lama, kebiasan pola hidup yang jelek, aktifitas yang berlebihan, ansietas dan faktor dai lingkungan sosial. (Marylin E. Doenges : 1999 ;241).
6)      Data Sosial
Menurut Marylin E. Doenges : 1999 ; 241 pada penderita Hipertensi Heart Failure adanya perasaan yang isolasi atau penolakan karena penyakit serta perubahan pola biasa dalam tanggung jawab dan perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.
7)      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan foto torax dapat mengarah ke cardio megali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, infiltrat perikardial kedua paru, dan efusi paru. Fungsi EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti HB, eletrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal dan fungsi tiroid dilakukan atas dindikasi (Arif Mansjoer 1999 ; 435).
8)      Therapy
Menurut Arif Mansjoer : 1999 ; 43, 435. Obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit Hipertensi Heart Failure :
a)      Digoksin oral                     0,5 mg
b)      Digoksin Injeksi                0,75-1 mg IV
c)      Cedilanid Injeksi               1,2-1,6 MG
d)     ISDN                                10-40 mg
e)      Nitrogliserin                      0,4-0,6 mg
f)       Nitroprusid                        0,5 ug/kg BB/menit IV
g)      Prazosin (Kaptropil)          2x6,5 mg


b.      Analisa data
Menurut Drs. Nasrul Effendy 1995 : 24, Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relavan untuk membuat kesimpulan dalam menetukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
c.       Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawatan secara akontabilitas dapat mengidentifikasikan dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi mencegah dan merubahnya (Lynda J. carpenito 2000 Dikutip dari Nursalam, 2001 : 35).
Diagnosa yang mungkin timbul pada penderita Hipertensi Heart failure (Menurut Lynda J. carpenito. 2000 : 68).
1)      Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas kehidupan sehari-hari.
2)      Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan dispnea nokturnal dan ketidakmampuan melakukan posisi tidur yang biasa.
3)      Perubahan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan kongesti vena sekuner terhadap gagal jantung sebelah kanan.
4)      Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas
5)      Resiko tinggi inefektif pelaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurang informasi tentang diet rendah garam, terapi obat (Duiretuk, digitalis, vasodilator).
2.      Perencanaan
Adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan dari diagnosa keperawatan. (Lyer, Taptica, dan Bernochi-Loser, 1996, Dikutip dari Nursalam 2001 ;51).
Perencanaan tindakan yang dilakukan oleh penderita Hipertensi Heart failure adalah sebagai berikut :
a.       Penurunan cardiac output berhubungan dengan pengubahan kontraktifilitas mio kardio, perubahan frekuensi irama dan konduksi listrik.
Tujuan :
1)      Klien menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritnya terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung misalnya parameter hemodinamik dalam batas normal pengeluaran urine adekuat.







Tabel 2.1
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1
2
3
1
Catat bunyi jantung
S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa irama galok umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukan incompetensi atau stenotis katup.

2
Pantau tekanan darah
Pada gagal jantung dini sedang atau kronis tekanan darah meningkat sehubungan dengan SVR dan HCF lanjut tubuh tidak mampu mengkonfensasi dan hipotensi tak normal lagi.

3
Auskultasi nadi avikal, kaji frekuensi, irama jantung (dokumentasikan disrit mai bila tersedia disrit metri).
Biasanya taki kardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penuranan kontraktilitas Pentikuler KAP, PAT, MAT, PEC dan AF distritnya umum berkenaan dengan gagal jantung meskipun yang lainnya terjadi.
Catatan :
Distrinya pentikuler yang tidak respontif terhadap obat diduga anurisma pentikuler

4
Berikan oksigen pada tambah dengan kanula nassal atau masker sesuai indikasi.

Meningkatkan kesediaan oksigen untuk kebutuhan miokar untuk melawan efek hifoxia.
5
Berikan obat sesuai indikasi diuretik, vasodilator sesuai dengan program pengobatan
Banyak obat yang dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontratilitas dan penurunan konesti.

2)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen atau kebutuhan dan kelemahan pada umumnya (imobilisasi).
a)      Klien dapat mencapai peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital DBN selama aktifitas.
b)      Klien berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
Tabel 2.2
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1
2
3
1
Periksa tanda–tanda vital sebelum dan segera setelah aktifitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator dieurotik, penyekat beta.

Hipotensi otoskatik dapat terjadi dengan katifitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (dierurotik) atau pengaruh fungsi jantung.

2
Kaji presivitator atau penyebab kelemahan contoh : pengobatan nyeri, dan otot.
Pada gagal jantung dini sedang atau kronis tekanan darah meningkat sehubungan dengan SVR dan HCF lanjut tubuh tidak mampu mengkonfensasi dan hipotensi tak normal lagi.

3
Evaluasi peningkatan intoleran aktifitas.
Dapat menunjukan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktifitas.

4
Berikan bantuan dalam aktifitas perawatan diri sesuai indikasi dan selingi periode aktifitas dengan periode istirahat
Pemenuhan perawatab diri pasien tampak mempengaruhi miokard atau kebutuhan oksigen atau berlebihan


3)      Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan atau pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemahaman atau kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung atau penyakit.
Tujuannya : Menyatakan pemahaman proses penyakit, melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan, mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi, menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adekuat.
Tabel 2.3
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1
2
3
1
Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Belajar tergantung pada emosi dan kesehatan fisik dan tindakan pada individu

2
Identifikasi gejala yang harus dilakukan oleh perawat.
Dapat menunjukan kemampuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjutan.

3
Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat
Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah informasi.
4)      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerolus (penurunan curah jantung) atau meningkat produksi ADH dan retensi natrium.
Tujuannya :
Klien dapat mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih atau jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada oedema.
Tabel 2.4
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1
2
3
1
Pantau haluaran rine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat (khususnya dalam sehari) karena penurunan perkusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan pada malam atau selama tirah baring.

2
Pantau atau hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam

Therapy diureutik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau berlebihan (hipovolemia) meskipun oedema asites masih ada.
3
Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama masa akut.

Posisi terlentang meningkatkan piltrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diureusis.
4
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi misalnya diureutikcontoh furosemid (lasik) bumetanidin (bumex).
Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reasorbpsi, natrium atau klorida pada tubus ginjal.

3.      Implementasi
Tahap implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dan renacana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Drs. Nasrul Effendy, 1995 : 40).
Tahap implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan.
4.      Evaluasi
(Menurut Drs. Nasrul Effendy, 1995 ; 40). Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan rencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah diterapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
5.      Catatan Perkembangan
Menurut Drs. Nasrul Effendy, 1995 ; 42. catatan perkembangan adalah merupakan bagian catatan klien yang berisi : Hasil pemeriksaan, pengkajian, pesan dokter, ahli terapi yang terlibat. Semua catatan yang berisi data dan topik masalah dengan informasi yang dicatat dalam format SOAP :
Keterangan :
S       :  Subjektif adalah informasi yang didapatdari pasien
O      :  Objektif adalah informasi yang didapatkan berdasarkan pengamatan
A      :  Aseesment (Pengkajian) adalah analisa dari masalah pasien
P       :  Planing of action adalah rencana tindakan yang akan diambil
I        :  Implementasi adalah pelaksanaan tidnakan yang telah direncanakan
E      :  Evaluasi adalah menilai hasil dari keseluruhan yang telah dilaksanakan.
R      :  Reassement adalah mengkaji ulang tindakan apabila muncul masalah baru.

Askep Tetralogi Of Fallot


“TETRALOGI OF FALLOT”

A.    TINJAUAN TEORITIS

1.      DEFINISI
Tetralogi Fallot merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang paling banyak dijumpai.
Fallot pada tahun 1888, mengemukakan 4 kelainan antomik berupa:
  1. Stenosis atau atresia pulmonal
  2. Dekstro posisi pangkal aorta
  3. Defek septum ventrikel
  4. Hipertrofi ventrikel kanan

2.      ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Apexnya miring kesebelah kiri berat jantung kira-kira 300gr.
Jantung berada didalam thorax, antara kedua paru-paru dan dibelakang sternum, dan lebih menghadap kekiri daripada ke kanan.
Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2 cm dari sternum, keatas ketulang rawan iga kedua kiri, 1 cm dari sternum, menunjuk kedudukan basis jantung, tempat pembuluh ,darah masuk dan keluar.
Ukuran jjantung kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung terbagi 2 (dua) ruang yang atas disebut atrium dan yang bawah disebut ventrikel.
Dan dikanan juga 1 atrium dan 1 ventrikel.
Jantung berfungsi sebagai pemompa darah
           

3.      PATOFISIOLOGI
Tetralogi fallot adalah defek jantung sianotik congenital yang terdiri dari empat defek structural:
1)      defek septum ventrikuler
2)      stenosis pulmoner, dapat berupa infundibular, valvular, supravulvular, atau kombinasi, yang menyebabkan obstruksi aliran darah kedalam arteri pulmoner.
3)      Hipertrofy ventrikel kanan dan
4)      Berbagai derajat penolakan aorta
Defek septum ventricular rata-rata besar. Pada pasien dengan tetralogi fallot, diameter aortanya lebih besar dari normal, sedangkan arteri pulmonernya lebih kecil dari normal. Gagal jantung kongestif jarang terjadi karena tekanan didalam ventrikel kiri dan kanan sama besar akibat defek septum tersebut.
Masalah utama dari gangguan ini adalah hipoksia. Derajat sianosis berhubungan dengan beratnya obstruksi anatomi terhadap aliran darah dari ventrikel kanan kedalam arteri pulmoner, selain dengan status fisiologik anak tersebut.
            Kebanyakan anak dengan tetralogik fallot dicalonkan untuk menjalani bedah jantung, yang umumnya dilakukan ketika anak tersebut berusia 1-4 tahun. Koreksi dengan pembedahan diindikasikan anak dsengan hipoksia dan polisitemia berat (hematokrit lebih dari 60%). Resiko bedah berkaitan dengan diameter arteri pulmoner; resiko tersebut akan kurang dari 10% jika diameter arteri pulmoner paling sedikit sepertiga diameter aorta.

4.      INSIDENS
1.      tetralogi fallot sama banyak dijumpai baik pada laki-laki maupun perempuan
2.      insidens lebih tnggi bila ibu yang melahirkan berusia tua
3.      jarang ada pasien yang bertahan hidup sampain diatas 20 tahun tanpa pembedahan
4.      tetralogi fallot mencakup 10% dari semua defek konginetal
5.      tetralogi ,fallot mencakup 50% orang dengan defek jantung congenital yang tidak dioperasi yang disertai dengan penurunan aliran ddarah pulmoner sesudah masa bayi
6.      angka mortalis untuk pasien yang menjalani bedah jantung adalah 5% (sedikit lebih tinggi pada bayi) dan 10% untuk pasien-pasien yang memakai pirau
7.      10% individu yang bertahan hidup menunjukkan hasil yang tidak memuaskan

5.      MANIFESTASI KLINIS
  1. sianosis muncul setelah usia beberapa bulan; jarang tampak pada saat lahir; bertambah berat secara progresif
  2. serangan hipersianotik
a.       peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
b.      sianosis akut
c.       iritabilitas system saraf pusat yang dapat berkembang sampai lemah dan pingsan dan akhirnya menimbulkan kejang, stroke dan kematian (terjadi pada 35 kasus)
  1. jari tabuh (clubbing)
4.      pada awalnya tekanan ddarah normal dapat meningkat setelah beberapa tahun mengalami sianosis dan polisitemia berat
5.      posisi jongkok klasik mengurangi aliran balik vena dari ekstremitas bawah dan meningkatkan aliran darah pulmoner dan oksigenasi arteri sistemik
6.      gagal tumbuh
7.      anemia menyebabkan perburukan gejala
a.       penurunan toleransi terhadap latihan
b.      peningkatan dispne
c.       peningkatan frekuensi hiperpne paroksimal
8.      dispne terjadi bila penderita melakukan aktivitas fisik
  1. pertumbuhan dan perkembangan dapat mengalami keterlambatan pada tetralogi fallot yang tidak diobati
  2. bising sistolis yang ditemukan sering kali terdengar keras dan kasar, bising tersebut dapat menyebar luas, terafi paling besar intensitasnya pada tepi kiri tulang dada
11.  gigi-geligi sedang dalam keadaan buruk


6.      KOMPLIKASI
Komplikasi dari gangguan ini antara lain adalah:
1.      Penyakit vaskuler pulmoner
2.      Deformitas pulmoner kanan
Komplikasi berikut dapat terjadi setelah anastomosis Blalock Taussig:
1.      Perdarahan hebat terutama terjadi pada anak-anak dengan polisitemia
2.      Emboli atau trombosis serebri-resiko lebih tinggi pada polisitemia, anemia, atau sepsis
3.      Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalu besar
4.      Oklusi dini pada pirau
5.      hemotoraks
6.      Pirau kanan-ke-kiri persisten pada tingkat atrium,terutama pada bayi
7.      sianosis persisten
8.      kerusakan nervus frenikus
9.      efusi pleura

7.      UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1.      sinar-x pada toraks—menunjukan peningkatan atau penurunan aliran pulmoner,tidak ada bukti-bukti pembesaran jantung
2.      elektrokardiogram(EKG)—menunjukan hipertrofi ventrikel kanan,hipertrofi ventrikel kiri,atau keduanya
3.      nilai gas darah arteri—aliran darah pulmoner obstruktif(peningkatan tekanan parsial karbondioksida(PCO2),penurunan tekanan parsial oksigen(Po2),dan penurunan pH)
4.      hematokrit atau hemoglobin-memantau viskositas darah dan mendeteksi adanya anemia defisiensi besi
5.      ekokardiogram—mendeteksi defek septum,posisi aorta,dan stenosis pulmoner
6.      kateterisasi jantung—peningkatan tekanan sistemik dalam ventrikel kanan;penurunan tekanan arteri pulmoner dengan penurunan saturasihemoglobin arteri
7.      jumlah trombosit—menurun
8.      uji telan barium—menunjukan pergeseran trakea dari garis tegah kea rah kiri
9.      radiogram abdomen –mendeteksi kemungkinan adanya kelainan congenital lain


8.      PENATALAKSANAAN MEDIS
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan:
1.      antibiotic-pemilihan jenisnya tergantung dari hasil kultur dan uji sensatifitas: kadang-kadang digunakan untuk profilaksis
2.      diuretic (kis, furosemid [lasix])- digunakan untuk meningkatkan diuresis: mengurangi kelebihan cairan: digunakan dalam pengobatan yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif
3.      digitalis- meningkatkan kekuatan kontraksi jantung, isi sekuncup, dan curah jantung serta menurunkan tekanan vena jantung : digunkana untuk mengobati .gagal jantung kongesti dan arimia jantung tetentu (jarang diberi sebelum koreksi, kecuali jika firau terlalu besar)
4.      besi- untuk mengatasi anemia
5.      tropanolol (inderal) sebuah beta bloker- menurunkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi serta iritabilitas miocar: dipakai untuk mencegah atau mengobati serangan hipersianosis.
6.      morfin, sebuah analgesic- meningkatkan ambang rasa sakit: juga sipakai untuk mengobati serangan hipersianosis dengan menghanmbvat pusat pernafasan reflek batuk
7.      NaHCO3, sebuah pengal kali sistemik kuat- dipakai untuk mengobati asidosis dengan mengganti ion bikarbonat dan memulihkan kafasitas buffer tubuh



9.   PENATALAKSANAAN BEDAH
a.         Tindakan Paliatif
Anastomisis blalock- taussig adalah interfensi paliatif yang umumnya dianjurkan bagi anak yang  tidak sesuai untuk bedah korektif. Arteria subklavia yang behadapan dengan sisi lengkung aorta diikat, dibelah, dan dianastomosiskan kearteri pulmonal kntra lateral. Keuntungan pirau ini adalah kemampuannya mambuat pirau yang sangat kecil, yang tumbuh bersama anak, dan kenyataan bahwa mudah mengangkatnya selama perbaikan defenitif. Dengan pirau ini, ukurannya dapat lebih dikendalikan, dan lebih mudah diangkat karena kebanykan seluruh perbaikan tuntas dilakukan pada anak yang masih sangat muda.
Konsekuensi hemodinamik dari pirau blalock-taussig adalah untuk memungkinkan darah sistemik memasuki sirkulasi pulmoner melalui arteri subklavia, meningkatkan aliran darah pulmoner dengan tekanan rendah, sehingga menghindari kongesti paru. Aliran darah ini memungkinkan stabilisasi status jantung dan paru sampai anak itu cukup besar untuk menghadapi pembedahan korektif dengan aman.
Anastomisis Waterston-Cooley. Adalah prosedur paliatif yang digunakan untuk bayi dengan defek yang menurunkan aliran darah paru, seperti tetralogi Fallot (TF). Prosedur ini merupakan prosedur jantung tertutup, yaitu aorta desendens posterior secara langsung dijahit pada bagian anterior arteri pulmoner kanan, membentuk sebuah fistula. Pirau ini sulit diangkat selama perbaikan definitive.
Respons hemodinamik yang diharapkan adalah agar darah dari aorta mengalir dari arteri pulmoner dan dengan demikian meningkatkan aliran darah pulmoner. Prosedur ini akan mengurangi terjadinya anoksia, sianosis, dan jari tabuh. Dalam prosedur ini dihasilkan murmur yang mirip dengan bunyi mesin.

b.    .Perbaikan Definitif
Dulu perbaikan tuntas tetralogi Fallot ditunda pelaksanaannya sampai anak memasuki usia prasekolah, tetapi sekarang, perbaikan tersebut dapat dengan aman dikerjakan pada anak-anak yang berusia 1 dan 2 tahun. Indikasi untuk pembedahan pada usia yang sangat muda ini adalah polisitemia berat (hematokrit di atas 60%), hipersianosis, hipoksia, dan penurunan kualitas hidup. Pada pembedahan tersebut dibuat insisi sternotomi median, dan bypass kordiopulmoner, dengan hipotermia profunda pada beberapa bayi.
Jika sebelumnya sudah terpasang pirau, pirau tersebut harus diangkat. Kecuali jika perbaikan ini tidak dapat dilakukan melalui atrium kanan, hendaknya dihindari ventrikulo kanan karena berpotensi mengganggu fungsi ventrikel. Obstruksi aliran keluar dari ventrikel kanan dihilangkan dan dilebarkan, menggunakan Dacron dengan dukungan perikard. Hindari insufiensi paru. Katup pulmoner diinsisi. Defek septum ventrikuli ditutup dengan tambalan Dacron untuk melengkapi pembedahan. Pada kasus obstruksi saluran keluar ventrikel kanan, dapat dipasang sebuah pipa.



B.     ASUHAN KEPERAWATAN

1.   PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a.       Kaji tingkat aktifitas dan status kardiopulmoner
b.      Kaji adanya perubahan status kardiopulmoner
c.       Kaji adanya tanda dan gejala masalah kolaboratif potensial    (komplikasi): perdarahan, gagal jantung kongesif, aritmia, regurgitasi pulmoner persisten, curah jantung rendah, hipertensi pulmoner, efusi pleura, gangguan keseimbangan elektrolit, kelebihan cairan, hepatomegali, dan komplikasi neurologik.
d.      Kaji adanya nyeri pasca bedah


2.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Intoleransi aktivitas
b.      Ansietas
c.       Takut
d.      Penurunan curah jantung
e.       Perubahan perfusi jaringan
f.       Kelebihan volume cairan
g.      Resiko tinggi infeksi
h.      Resiko tinggi cedera
i.        Perubahan proses keluarga
j.        Koping individu tidak efektif
k.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
l.        Resiko tinggi perubahan dan perkembangan
m.    Resiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif





3.      INTERVENSI  KEPERAWATAN
Perawatan Pemeliharaan
1.      Pantau adanya perubahan status kardiopulmoner.
2.      Pantau dan pertahankan status hidrasi
a.       asuhan dan keluaran
b.      tanda-tanda dehidrasi
3.      Pantau respon anak terhadap pengobatan
a.       besi – untuk anemia defisiensi besi dan polisitemia
b.      Antibiotik – diberikan sebelum, selama, dan sesudah pembedahan sebagai profilaksis terhadap endokarditis bacterial subakut
c.       Diuretik (furusemid) – untuk gagal jantung kongesti sebelum atau sesudah pembedahan
d.      Digitalis – untuk gagal jantung kongesti sebelum dan sesudah pembedahan
e.       Morfin – untuk mengatasi serangan hipersianosis
f.       Propanolol – untuk mengatasi serangan hipersianosis (penatalaksanaan jangka-panjang)
g.      Natrium bikarbonat – jika timbul asidosis yang dilaporkan
4.      Memberi makanan tinggi zat besi (untuk mengobati anemia defisiensi besi) dan protein (untuk meningkatkan penyembuhan)
a.       sereal, kuning telur, dan daging
b.      suplemen besi
5.      Beri tambahan oksigen bila perlu dan pantau respons anak
a.       pantau status pernapasan
b.      pantau warna
c.       Gunakan dan pertahankan alat respiratori (masker, ventilator, atau tent oksigen)
6.      Pantau adanya tanda-tanda komplikasi dan respons anak tehadap program pengobatan.
a.       Asidosis
b.      Anemia
c.       Abses otak
7.      Observasi adanya kerusakan nervus frenikus dan paralysis diafragma
8.      Observasi adanya komplikasi pernapasan


PERAWATAN PRABEDAH
1.      Siapkan anak untuk pembedahan dengan memperoleh data pengkajian.
a.       Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, glukosa serum, dan nitrogen urea darah (BUN)
b.      Elektrolit dasar
c.       Koagulasi darah
d.      Golongan darah dan pencocokan silang
e.       Sinar-x thoraks dan EKG
2.      Beri penjelasan tentang persiapan bedah sesuai dengan usia anak
3.      Jangan tekanan darah atau mengambil darah arteri pada lengan dengan pirau potensial.


PERAWATAN PASCABEDAH
Anastomosis Blalock-Taussig atau Waterston – Cooley
1.      Kaji status klinik anak.
a.       segera setelah pembedahan, lengan dengan arteri subklavia terkait akan dingin dan tanpa tekanan darah (anastomosis Blalock-Taussig).
1). Flush blood pressure akan sama dengan tekanan darah arterial (tidak ada tekanan darah pada lengan pirau).
2). Perhatikan tekanan nadi: tekanan nadi yang melebar mengindikasikan pirau yang besar.
b.      Perhatikan nadi: nadi melompat-lompat menunjukan pirau besar.
c.       Perhatikan sianosis: hipoksemia atau tanda-tanda asidosis menunjukan oklusi dini dari pirau.
d.      Kaji adanya sindrom Horner.

2.      Pantau adanya komplikasi pascabedah pada anak (anastomosis Waterston- Cooley).
a.       Perdarahan
b.      Gagal jantung kongesti jika pirau terlalu besar
c.       Peningkatan aliran darah pulmoner dan hipertensi pulmoner.
3.      Pantau respons anak terhadap pemberian obat digitalis dan diuretic diberikan jika perlu.
4.      Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit .
a.       Pantau adanya tanda-tanda dehidrasi- kurang air mata, kulit kendur, berat jenis lebih dari 1,020, dan penurunan keluaran urine atau berat badan.
b.      Pantau cairan pada 50% sampai 75% volume rumatan selama 24 jam pertama (1000ml/m, kemudian 1500ml/m).
5.      Tingkatkan dan pertahankan status respiratori yang optimal.
a.       Lakukan perkusi dan drainase postural setiap 2 sampai 4 jam.
b.      Gunakan pengisapan bila perlu.
c.       Gunakan spinometer setiap 1 sampai 2 jam selama 24 jam, kemudian setiap 4 jam.
6.      Pantau dan redakan rasa sakit anak


PEMBEDAHAN KOREKTIF UNTUK TETRALOGI FALLOT
1.      Pantau status kliniks anak dan pantau adanya komplikasi pasca bedah.
  1. Aritmia
1). Block cabang ikatan kanan akibat ventrikulostomi kanan atau perbaikan defek septum ventricular
2). Block jantung komplet
3). Aritmia supraventikuler
4). Takikardia ventricular
B.     Gagal jantung kongestif akibat insisi pada ventrikel kanan, yang mengurangi kemampuan memompa jantung (lebih sering terjadi jika terdapat hipertensi pulmoner).
  1. Perdarahan akibat jumlah trombosit yang rendah pada anak dengan polisitemia.
  2. Curah jantung rendah (penyebab kematian yang paling umum)
  3. Komplikasi neurologik akibat tromboemboli
  4. Regirgitasi pulmoner persisten
  5. Defek septum ventricular residual(menyerang 10% pasien)
2.      Pantau respons anak terhadap pengobatan.
a.       Penekan untuk curah jantung rendah
b.      Digitalis dan diuretic beberapa minggu sampai bulan setelah pembedahan untuk mengendalikan gagal jantung kongestio
3.      Pantau fungsi jantung anak setiap jam selama 24 sampai 48 jam, kemudian setiap 4 jam.
a.       Tanda –tanda vital, termasuk suhu rectal
b.      Warna
c.       Nadi perifer dan masa pengisian kapiler
d.      Tekanan darah arteri dan tekanan vena sentral
e.       Hepatomegali
f.       Edema periorbital
g.      Efusi pleura
h.      Pulsus padadoksus
i.        Bunyi jantung
j.        Asites (jarang)
4.      Pantau adanya eritema jantung
5.      Pantau adanya tanda dan gejala perdarahan
a.       Kaji keluaran dari selang dada anak setiap jam
b.      Kaji adanya perdarahan dari tempat lain
c.       Pertahankan dengan ketat asupan dan keluaran
d.      Kaji adanya lesi ekimosis dan petekia
6.      Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit anak
a.       Cairan IV sebanyak 50% sampai 75% dari volume  rumatan selama 24 jam pertama (1000ml/m, kemudian 1500ml/m)
b.Tanda dan gejala

7.      Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan dan eletrolit anak
a.       Lakukan fisioterapi dada
b.      Letakkan anak dalam posisi seemi fowler
c.       Lembabkan udara
d.      Pantau adanya silotoraks
e.       Beri obat pereda nyeri secukupnya
8.      Berikan kebutuhan emosional anak dan keluarga
9.      Pantau dan redakan nyeri yang dialami anak
10.  Beri stimulasi dan aktivitas perkembangan secukupnya.


HASIL YANG DIHARAPKAN
1.      Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
2.      Anak berpartisipasi dalam aktavitas fisik yang sesuai dengan usia
3.      Anak bebas dari komplikasi pascabedah



Bab III
PENUTUP

Tetralogi of fallot merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang paling banyak dijumpai.
Secara anatomis tetralogi of  Fallot terdiri dari defek septum ventrikel subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular.
Manifestasi klinis dari tetralogi of fallot yaitu,
a.       Sianosis
b.      Serangan hipersianotik
c.       Jari tabuh
d.      Gagal tubuh
e.       Dispnea
Penatalaksanaan tetralogi of fallot dapat berupa:
*      penatalaksanaan medis
*      penatalaksanaan bedah




DAFTAR PUSTAKA

*      Betz, Cecily . 2002. Buku Saku Keperawatan Bedah Pediatri. Edisi 3 . EGC: Jakarta
*      Pearce. Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi  untuk paramedic. PT. Gramedia: Jakarta
*      Markum, A. H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. FKUI: Jakarta
*      Merenstein. Gerald B. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Widya  medika: Jakarta
*      Nelson. 1999. Ilmu Keperawatan Anak Edisi 15 Volume 2. EGC: Jakarta
*      Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. EGC: Jakarta